Siapa yang tidak kenal dengan HIV/AIDS? Sumber masalah kesehatan ini terus
memakan korban jiwa semakin banyak setiap tahunnya. Pada tahun 2013 per
Maretnya angka kasus HIV/AIDS di Inonesia sudah mencapai angka 147.106 di mana
kasus terbarunya mencapai angka 5.369. Perkembangan angka ini menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara dengan peningkatan epidemi HIV tercepat di Asia. HIV yang merupakan virus
dengan nama lengkap Human
Immunodeficiency Virus ini merupakan virus yang menyebabkan kekebalan tubuh
seseorang yang terpajan dengannya turun drastis sampai tahap paling kritis.
Akibatnya, pada seseorang yang terinfeksi HIV, hanya karena paparan misalnya
virus flu biasa, efeknya akan parah melebihi orang tanpa HIV yang tertular
virus flu. AIDS alias Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah kumpulan gejala
penyakit akibat terjangkitnya HIV pada tubuh seseorang.
Well, kabar buruknya TB yang merupakan penyakit
infeksi penyebab kematian terbesar di Indonesia merupakan salah satu penyakit
yang memberikan beban tambahan pada penderita HIV/AIDS. Bahkan Tuberkulosis adalah
penyebab kematian utama pada ODHA (HIV/AIDS). Hubungan antara HIV/AIDS dan TB
adalah sama-sama saling memperparah. Jadi, bukan hanya TB saja yang membebani
penderita HIV, tetapi juga penyebaran HIV menyebabkan epidemi (angka kejadian) TB
pun meningkat. Hal ini terjadi karena HIV merupakan faktor risiko terjadinya TB
aktif pada orang yang memiliki TB laten (belum aktif). Angka risiko terjadinya
TB pada ODHA adalah 5-10% per tahunnya.
Bila tanpa HIV/AIDS
saja penderita TB memerlukan waktu lama untuk penyembuhan, terlebih pada ODHA
yang sistem kekebalan tubuhnya sudah tidak berdaya melawan infeksi seringan apa
pun! Biaya pengobatan koinfeksi HIV/AIDS-TB pun tidak main-main. Bisa mencapai
ratusan juta. Sungguh menguras dana dan juga upaya lebih untuk penyembuhan. Untuk
itu, penting bagi kita untuk mengetahui apakah kita terjangkit salah satu dari
kedua penyakit itu atau tidak. Karena bila kita terjangkit salah satu dari dua
penyakit itu, kita harus memastikan tidak mengalami infeksi tambahan dari
penyakit lainnya. Oleh karena itu tidak heran bila di bangsal-bangsal rumah
sakit, penderita HIV/AIDS harus benar-benar dipisahkan dari penderita TB dan
sebaliknya. Tenaga kesehatan dengan HHIV/AIDS juga tidak diperbolehkan
menangani pasien TB.
Tantangan utama
dalam penanganan koinfeksi HIV/AIDS-TB adalah angka penderita HIV/AIDS yang
terus meningkat. Belum lagi keengganan masyarakat untuk memeriksakan kesehatan
untuk skrining kesehatan, hingga bisa jadi saat terdeteksi orang itu menderita
HIV/AIDS ataupun TB, sudah terlambat untuk ditangani dan terlanjur tertular
dengan beban penyakit tambahannya.
Jadi, yang
diperlukan oleh masyarakat saat ini adalah sebuah program kesehatan yang memadukan
rencana pencegahan TB bersama dengan program pencegahan HIV/AIDS yang mumpuni.
Penderita salah satu penyakit itu harus diberikan pengetahuan mengenai penyakit
– penyakit yang dapat membebani kondisi yang tengah mereka alami saat itu agar
lebih waspada dengan koinfeksi yang jadi mungkin saja bisa terh. Dengan begitu,
diharapkan persekongkolan jahat antara HIV/ADIS dengan Tuberkulosis tidak terus meningkat
terjadi di Indonesia.