Janji terberat adalah janji pada diri sendiri. Apalagi jika kamu orang yang terbiasa mengecewakan diri sendiri. Janji pada diri sendiri seringkali dianggap sebagai janji dengan level terendah karena kamu tidak akan khawatir dirimu membenci kamu berlama-lama, bukan? Jika itu pun yang terjadi, seringnya kita tak peduli. Sebenci apa pun kamu dengan dirimu sendiri, tetaplah mulut itu juga yang kamu pakai untuk mengunyah makanan kesukaanmu, tetap tangan itu yang kamu pakai untuk memainkan ritme-ritme gitar dari lagu kesayanganmu, tetap mata itu yang kamu pakai untuk bersolek di depan cermin kamarmu. Kamu bisa membenci dirimu sendiri dan sekaligus menghabiskan 24 jam waktumu untuk bersamanya, yang kamu benci itu.
Maka, benarlah janji terberat adalah janji pada diri sendiri. Tak ada hukuman yang bisa kamu terapkan pada dirimu jika janji itu tak kamu penuhi. Penyesalan? Bisa jadi hukuman berat untukmu, tapi seringkali juga penyesalan hanya teman lamunan saat kamu sedang tidak ada kegiatan. Di antara waktu sibukmu yang lain, penyesalan tak punya kuasa sama sekali untuk sekedar menyentuh pintu kenanganmu.
Maka, benarlah janji terberat adalah janji pada diri sendiri. Tak ada hukuman yang bisa kamu terapkan pada dirimu jika janji itu tak kamu penuhi. Penyesalan? Bisa jadi hukuman berat untukmu, tapi seringkali juga penyesalan hanya teman lamunan saat kamu sedang tidak ada kegiatan. Di antara waktu sibukmu yang lain, penyesalan tak punya kuasa sama sekali untuk sekedar menyentuh pintu kenanganmu.
Ah, bagaimana caranya untuk bisa memenuhi janji pada diri sendiri? Apa janji itu harus dititipkan pada orang yang kita percaya? Agar dia bisa menagih dan menghukum meskipun itu janji bukan untuknya? Adakah orang yang mau melakukan itu? Adakah orang itu adalah kamu, hatiku?