Puisi-puisiku Terserak (Memaknai Puisi)

By RFR - Maret 01, 2013

Dari zaman SMA, aku sudah suka menulis puisi. Gara-gara pelajaran Bahasa Indonesia yang kala itu sedang membahas tentang puisi dan bikin aku langsung jatuh cinta sama materinya. Menurutku, puisi adalah sebuah dunia yang aku bisa menyembunyikan segala perasaanku di sana. Terserah yang membaca paham atau tidak, yang penting aku paham dan aku merasa lepas.


Nah, setelah beberapa kali pertemuan, tibalah saat akan ujian materi puisi, sang guru memberikan bocoran kalau ujiannya adalah tentang pemaknaan puisi, jadi nanti kita diberikan beberapa puisi dan para murid diminta untuk mengapresiasinya dalam bentuk analisis untuk menjawab pertanyaan, "sebenarnya puisi itu maksudnya apa sih?"

Aku seneng banget kalau ulangan bentuknya esai begitu karena aku bisa bebas menulis apa saja. Aku makin rajin ke perpustakaan dan meminjam buku-buku puisi yang jadi koleksi perpus. Jam istirahat, aku malah membenamkan diri dalam puisi-puisi, saking antusiasnya! Teman-teman sampai meledek kalau aku calon pujangga :D

Saat ujian pun tiba, ada dua karya puisi yang menjadi soal pertanyaannya. Aku baca baik-baik dan aku coba hayati kedua puisi itu dalam-dalam. Aku pun mengerjakan ulangan kali itu dengan sangat lancar dan malah selesai duluan.

Tidak seperti ulangan lain, aku penasaran banget dengan nilai yang akan diberikan oleh Pak Guru. Aku yakin bisa dapat nilai bagus. Yakin sekali.

Tapi saudara-saudara, nilaiku malah 3! Pemahaman dan apresiasiku disalahkan oleh pak guru. Aku kesal setengah mati karena tidak merasa jawabanku salah. Lagipula, itu kan pemaknaanku tentang puisi-puisi itu, lalu yang dianggap pak guru benar itu pemaknaan puisi oleh siapa? Pengarangnya sendiri? Atau pemaknaan pak guru? Tapi aku bukan anak yang asertif, aku pendam sendiri pertanyaan dan kekecewaan itu.

Setelah itu, untuk beberapa lama, aku malas baca puisi lagi, kesal setengah mati!

Pada akhirnya, aku akrabi lagi dunia puisi. Maklum anak remaja. Puisi-puisi awalku gelap dan hitam, khas anak broken home. Semasa kuliah, puisi-puisiku tentang cinta, picisan deh! Di akhir kuliah, puisi-puisiku relijius abis. Lalu selama 5 tahun berikutnya aku puasa puisi.

Kini aku kembali lagi dengan puisiku. Percintaan, kekecewaan, sosialis, dan kurang agamis.

Aku ingin mengumpulkan puisi-puisiku dari dulu, tapi kebiasaanku yang suka seenaknya dan berantakan membuat hal itu gak mungkin dilakukan. Puisi-puisiku terserak di mana-mana, mungkin ada di tukang loak. Ah, menyebalkan!

  • Share:

You Might Also Like

0 Comments