Eka dan Eki, Si Kembar Penjual Kerak Telur

By RFR - Juli 01, 2013

Eka beraksi membuat kerak telur
Kemarin selepas menonton drama musikal keren "Ariah" yang membuat aku nge-fans sama rambut panjang pemeran utama perempuannya, aku dan Bara the kakak kos menyempatkan membeli kerak telur yang menjadi andalan Jakarta. Harganya 20 ribu kalau pakai telur bebek, dan 15 ribu kalau telur ayam. Rasanya sih seperti kerak telur kebanyakan, tapi yang membuat agak beda adalah penjualnya. Kerak telur yang notabene makanan betawi ditawarkan oleh penjual dengan logat ibu saya, sunda. Ya, sunda! Awalnya aku kira salah dengar, tapi setelah mengobrol cukup intens dengan sang penjual, aku tahu kalau kupingku benar, pedagangnya orang Garut asli.

Namanya Eka, umur jalan 20 tahun dan berdagang kerak telur hanya saat ultah Jakarta saja. Di luar bulan ultah jakarta, dia bekerja di kampung bantu-bantu orangtuanya bersawah-ladang. Dia sudah berjualan kerak telur sejak usia 14 tahun. Perawakan Eka kecil sekali, lebih pendek dariku dan kurus. Wajahnya polos, sepertinya tidak kenal fesbuk dan twitter. Bulu matanya lentik, hitam manis, ada kumis tipis di atas bibirnya. Aku jadi ingat adik laki-laki saya.

"Sekolah saya cuma sampai kelas 6 SD, teh...gak ada biaya lagi."

Itu jawab Eka saat aku bertanya tentang sekolahnya. Miris. Waktu aku bertanya lebih lanjut lagi karena setahuku kan sekolah gratis, Eka bilang iya sekolah gratis tapi bukunya bayar. Aku tidak berani bertanya lagi apa Eka mau meneruskan sekolah atau tidak, takut membuat dia malah sedih. Dari pengakuan Eka ternyata satu kampungnya di Garut ikutan jualan seperti ini dengan model setoran ke pemilik gerobak kerak telurnya. Saat aku bertanya dan menunjuk tukang kerak telur yang ada di samping kanan kami apakah dia juga dari Garut, Eka tersenyum dan malah bilang kalau di sebelah itu adalah adiknya.

Aku tertawa dan bilang, "pantas mirip!"

"Memang mirp Teh, kami kembar."

Aku langsung terperangah, karena memang benar kembar mereka. Dengan nada bercanda aku bertanya, "Jangan bilang ya kalau nama adikmu itu Eki!"

"Iya teh, namanya Eki."

Kami pun tertawa.

Perjalanan malam kemarin benar-benar berbekas buatku. Karena bertemu kenalan baru yang menurutku sangat hebat dan keren. Jauh lebih keren dari anak kota yang cuma bisa merengek uang ke orangtuanya kalau menginginkan sesuatu. Ya, jauh lebih keren dari mereka walaupun Eka dan Eki tidak memiliki hape, apalagi hape android ataupun WP, tidak kenal fesbuk, twitter, WA, line, dan tablet yang menjadi syarat gaulnya anak muda zaman sekarang.

Mereka keren meskipun hanya memakai kaos lusuh dengan jins belel sambil membawa gerobak kerak telur yang mereka pikul di bahu kanan mereka.

Jadi, kalau kalian kebetulan saat momen ultah Jakarta, jalan ke Monas atau PRJ lalu bertemu seorang anak muda Garut yang kurus-kecil dengan bulu mata lentik dan wajah manis, yang berjualan kerak telur, lalu  ternyata di sebelahnya ada penjual kerak telur lain yang wajahnya sama persis. Itulah mereka yang aku ceritakan tadi. Eka dan Eki, si kembar penjual kerak telur. Salam buat mereka dariku, fans baru mereka ^^

  • Share:

You Might Also Like

0 Comments